Ungkapan sarkastik ini dipakai oleh si penulis untuk menyatakan bahwa banyak profesi PNS yang tidak membutuhkan kompetensi tinggi dan tidak pula membanggakan. Itu jelas datang dari orang yang kecewa dengan keadaan PNS; bisa jadi ia tidak diterima jadi PNS, tidak nyaman dan kondusif sebagai PNS, dirugikan oleh pelayanan kantor pemerintah, atau kecewa pada kinerja PNS.
Laman itu menjawab kenapa banyak orang mau jadi PNS namun tidak satupun menyebutkan alasan yang idealis atau patriotik seperti: ingin mengabdikan diri bagi Negara, berusaha menerapkan ilmu yang didapat untuk kemaslahatan orang banyak, atau bla bla lainnya. Bisa jadi memang demikian adanya karena itu mari bersikap positif saja terhadap pandangan ini dan selanjutnya kita lihat enam alasan yang nampaknya lebih berlatarbelakang alam kebendaan.
Setelah diedit dan diperkuat, alasan-alasan orang menjadi PNS adalah: 1) Untuk mendapatkan jaminan kemanan sosial (social security) di tengah kondisi perekonomian Indonesia yang masih belum meyakinkan bila bekerja di swasta. 2) Tidak terlalu memerlukan etos kerja tinggi dan lebh sedikit tantangan dibandingkan dengan di swasta karena peran PNS lebih sebagai pengelola (management) dari kebijakan atau kegiatan yang dilakukan oleh dunia usaha dan masyarakat. Sementara kebanyakan para calon yang prime quality cenderung ke multinational corporation atau mebuka usaha, yang KW berebut mengejar PNS karena tetap terbuka peluang jadi “bos” dan kaya. 3) Jadi PNS tidak akan dipecat, kecuali berbuat kriminal, sebagaimana banyak kejadian yang disaksikan masyarakat, bila ada kesalahaan paling juga dimutasi.
Alasan atau motivasi jadi PNS ini berlanjut ke arah yang lebih non-teknis , yaitu: 4) Terbuka peluang untuk mendapat fasilitas seperti kendaraan dan rumah dinas sehingga permasalahan yang mendasar ini lebih cepat terselesaikan. 5) Menjadi kebanggaan person tersebut dan keluarganya karena punya status yang dikenal masyarakat seperti guru, dosen, kepala kantor, peneliti, dan berbagai profesi yang memerlukan keahlian lainya. 6) Mempunyai status sosial favorit mengikuti pandangan konservatif, khususnya golongan tua. Profesi PNS cukup terpandang dalam tatanan sosial kita karena ada penghasilan pasti dan masih punya gaji setelah pensiun; banyak calon mertua misalnya lebih memfavoritkan menantu kalau tidak yang kaya, ya PNS!
Menurut banyak penulis blog, mendiang Romo Mangunwijaya pernah menulis bahwa sistem pendidikan kita melahirkan minat untuk menjadi PNS karena masih mewarisi mental inlander dari zaman penjajahan dulu. Kolonial Belanda mendidik orang supaya patuh dan taat pada pemerintah agar bisa menjadi ambtenaar (PNS zaman kolonial) yang merupakan jabatan terhormat ketika itu. Paradigmanya adalah mereka merupakan bagian dari kekuasaan (penguasa) yang akan mengambil pajak dari rakyat. Sikap mental itulah yang diwarisi sampai sekarang, mereka bukan pelayan dari rakyat dan pembayar pajak tapi yang mempunyai kekuasaan sehingga berhak untuk mendapatkan previledge berupa gaji, pelayanan, dan berbagai fasilitas. Inilah yang akan menggiring para penguasa ke perilaku koruptif.
Padahal, menurut Malik bin Nabi, seorang pemikir dan penulis Aljazair yang mempelajari perkembangan peradaban Islam sejak zaman Rasulullah SAW sampai puncak kejayaannya, pertumbuhan peradaban itu mempunyai siklus yang terkait ke alam kebendaan, figur tauladan, dan sistem nilai yang hidup dalam masyarakatnya. Bangsa yang mengedepankan kebendaan akan meluncur ke keruntuhan peradabannya, kecuali ada para figur tauladan yang dapat memperbaikinya secara efektif.